BESERTA CONTOH KASUS
Disusun Oleh :
Kelompok 1
1.
A Nurwinda Ramadani (K201502074)
2.
Fira Vergina Umma (K201502067)
3.
Novi Andriani (K201502024)
4.
Mariadin (K201502017)
Disusun untuk
Memenuhi tugas Hyperkes Semester VI
Pengampu : Abdul
Rahim Sya’ban,. SKM,. M. sec
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MANDALA WALUYA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
KOTA KENDARI
TA: 2017/2018
Puji syukur
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah ini dapat
tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih
atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Kendari, April 2018
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................................
1. Latar
belakang.........................................................................................................
2. Rumusan
masalah....................................................................................................
3. Tujuan......................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................
1. Definisi Kebisingan.................................................................................................
2. Sifat dan Sumber Bunyi..........................................................................................
3. Jenis-jenis Kebisingan.............................................................................................
4. Pengukuran Kebisingan...........................................................................................
5. Nilai ambang batas kebisingan dan Standar Kebisingan........................................
6. Pengaruh Kebisingan...............................................................................................
7. Baku Mutu Tingkat Kebisingan..............................................................................
8. Pengendalian Kebisingan........................................................................................
Pembahasan
Kasus: KEBISINGAN DAN TEKANAN
PANAS DENGAN PERASAAN
KELELAHAN KERJA PADA TENAGA KERJA BAGIAN DRILLING PERTAMINA
EP JAMBI ( Dari referensi Jurnal ).............................................................................
BAB III PENUTUP.....................................................................................................
1. Kesimpulan..............................................................................................................
2. Saran .......................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dewasa ini, Berbagai
aktivitas/kegiatan masyarakat baik yang disadari ataupun tidak disadari dapat menimbulkan sumber kebisingan dengan tingkat intensitas yang
berbeda. Seiring dengan perkembangan zaman atau di era globalisasi tekhnologi
dibidang industry semakin canggih dan berkembang, hal ini diakibatkan oleh karena kebutuhan masyarakat
yang semakin meningkat. Manusia membutuhkan industry untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Namun kebanyakan aktifitas dalam suatu industri terutama proses
produksi, dapat menimbulkan kebisingan yang dapat mengganggu masyarakat pekerja yang biasa terpapar dengan
sumber kebisingan secara khusus maupun
masyarakat sekitarnya secara umum.
Kebisingan merupakan sebuah bentuk energy yang bila tidak disalurkan pada tempatnya
akan berdampak serius bagi kesehatan manusia dan lingkungan. upaya pengawasan
dan pengendalian kebisingan menjadi
faktor yang menentukan kualifikasi suatu perusahaan dalam menangani masalah lingkungan
yang muncul. Kebisingan merupakan salah satu aspek lingkungan yang perlu diperhatikan. Karena termasuk polusi yang
mengganggu dan bersumber pada suara / bunyi. Oleh karena itu bila bising tidak dapat dicegah atau dihilangkan, maka yang dapat
dilakukan yaitu mereduksi dengan melakukan pengendalian melalui berbagai macam
cara.
1.2
Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi Rumusan Masalah
adalah:
1.
Apa yang dimaksud dengan kebisingan?
2.
Bagaimana pengaruh kebisingan terhadap kesehatan masyarakat?
3.
Factor-faktor apa saja yang mempengaruhi kebisingan?
1.3
Tujuan
Adapun tujuan dari penulisasn
makalah ini adalah Memberikan pengetahuan ataupun Memberikan gambaran secara
umum bahwa kebisingan merupakan salah satu faktot yang dapat menurunkan derajat
kesehatan masyarakat terutama masyarakat yang biasa terpapar oleh sumber
kebisingan maupun yang belum terpapar guna untuk upaya pencegahan (upaya
kuratif).
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1
Definisi Kebisingan
Pencemaran fisis
yang sering ditemukan adalah kebisingan. Kebisingan pada lingkungan dapat
bersumber dari suara kenderaan bermotor, suara mesin-mesin industri dan
sebagainya. Keputasan Menteri Negara lingkungan hidup
No.32Kep-48/MENLH/11/1996, tentang baku tingkat Kebisingan menyebutkan: “
kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam
tingkat dan waktu tertuntu yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan” Berikut ini
definisi kebisingan menurut para ahli:
Menurut Doelle
(1993): “suara atau bunyi secara fisis merupakan penyimpangan tekanan,
pergeseran partikel dalam medium elastis seperti misalnya udara. Secara
fisiologis merupakan sensasi yang timbul sebagai akibat propagasi energi
getaran dari suatu sumber getar yang sampai ke gendang telinga.”
Menurut Patrick
(1977): “kebisingan dapat pula diartikan sebagai bentuk suara yang tidak sesuai
dengan tempat dan waktunya.”Menurut Prabu, Putra (2009) bising adalah suara
yang mengganggu
Menurut Ikron I Made
Djaja, Ririn A.W, (2005) bising adalah bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat
mengganggu dan atau membahayakan kesehatan.
Dari pengertian
diatas terlihat bahwa kebisingan terjadi bila ada bunyi dilingkungan. Terdaat 2
hal yang mempengaruhi kualitas bunyi yaitu frekuensi dan intensitas. Dalam hal
ini, frekuensi merupakan jumlah getaran yang sampai ditelingasetiap detiknya.
Sedangkan intensitas merupakan besranya arus energi yng diterima oleh telinga
manusia.
2.2
Sifat dan Sumber Bunyi
a.
Sifat Kebisingan
Sifat dari kebisingan antara lain
(Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003):Kadarnya berbeda;Jumlah tingkat
bising bertambah, maka gangguan akan bertambah pula;Bising perlu dikendalikan
karena sifatnya mengganggu.
b.
Sumber Bunyi
Bunyi yang menimbulkan kebisingan
disebabkan oleh sumber suara yang bergetar. Getaran sumber suara ini mengganggu
keseimbangan molekul udara sekitarnya sehingga molekul-molekul udara ikut
bergetar. Getaran sumber ini menyebabkan terjadinya gelombang rambatan energi
mekanis dalam medium udara menurut pola ramatan longitudinal. Rambatan
gelombang diudara ini dikenal sebagai suara atau bunyi sedangkan dengan konteks
ruang dan waktu sehingga dapat menimbulkan gangguan kenyamanan dan kesehatan.
Jika dilihat di sekitar kita sumber
bising sangatlah banyak. Sumber bising ialah sumber bunyi yang kehadirannya
dianggap mengganggu pendengaran baik dari sumber bergerak maupun tidak
bergerak. Umumnya sumber kebisingan dapat berasal dari kegiatan industri,
perdagangan, pembangunan, alat pembangkit tenaga, alat pengangkut dan kegiatan
rumah tangga. Di Industri, sumber kebisingan dapat di klasifikasikan menjadi 3
macam, yaitu:
1.
Mesin merupakan kebisingan yang berasal dari mesin.
2.
Vibrasi, Kebisingan yang ditimbulkan oleh akibat getaran
yang ditimbulkan akibat gesekan, benturan atau ketidak seimbangan gerakan
bagian mesin. Terjadi pada roda gigi, roda gila, batang torsi, piston, fan,
bearing, dan lain-lain.
3.
Pergerakan Udara, Gas dan Cairan Kebisingan ini di timbulkan
akibat pergerakan udara, gas, dan cairan dalam kegiatan proses kerja industri
misalnya pada pipa penyalur cairan gas, outlet pipa, gas buang, jet, flare
boom, dan lain-lain
2.3
Jenis-jenis Kebisingan
Perbedaan frekuensi dan intensitas
menyebabkan adanya jenis-jenis kebisingan yang memiliki karakteristik yang
berbeda. Jenis-jenis kebisingan dapat dibedakan menjadi 4 bagian yaitu:
1.
Kebisingan kontinyu dengan spectrum frekuensi sempit,
misalnya suara mesin gergaji sirkuler
2.
Kebisingan terputus-putus (intermittent) misalnya lalu
lintas, suara pesawat terbang dibandara.
3.
Kebisingan impulsive (impact or impulsive noise) misalnya
tembakan meriam, ledakan.
4.
Kembisingan implusif berulang misalnya suara mesin tempa.
Tipe kebisingan lingkungan yang
tertuang dalam KMNLH (1996) dapat dilihat pada Tabel 1.1Tabel 1.1
Tabel 1.1
Tipe Kebisingan Lingkungan yang
tertuang dakam KMNLH (1996)
TIPE
|
URAIAN
|
Kebisingan Spesifik
|
Kebisingan di antara jumlah kebisingan yang dapat dengan
jelas dibedakan untuk alasan-alasan akustik. Seringkali sumber kebisingan
dapat di identifikasikan.
|
Kebisingan Residual
|
Kebisingan yang tertinggal sesudah penghapusan seluruh
kebisingan spesifik dari jumlah kebisingan di suatu tempat tertentu dalam
suatu waktu tertentu.
|
Kebisingan Latar Belakangan
|
Semua
kebisingan lainnya ketika memusatkan perhatian pada suatu kebisingan
tertentu.
|
2.4
Pengukuran Kebisingan
Suara atau bunyi
memiliki intensitas yang berbeda,
contohnya jika kita berteriak suara kita
lebih kuat dari pada berbisik, sehingga teriakan itu memiliki energi lebih
besar untuk mencapai jarak yang lebih jauh. Unit untuk mengukur intensitas bunyi adalah desibel (dB). Skala
desibel merupakan skala yang bersifat logaritmik. Penambahan tingkat desibel
berarti kenaikan tingkat kebisingan yang cukup besar. Contoh, jika bunyi
bertambah 3 dB, volume suara sebenarnya meningkat 2 kali lipat.
Kebisingan dapat
menggangu karena frekuensi dan volumenya. Sebagai contoh, suara berfrekuensi
tinggi lebih menggangu dari suara berfrekuensi rendah. Untuk menentukan tingkat
bahaya dari kebisingan, maka perlu dilakukan monitoring dengan bantuan alat: Noise
Level Meter dan Noise Analyzer, untuk mengidentifikasi paparan;
Peralatan audiometric, untuk mengetes secara periodik selama paparan dan
untuk menganalisis dampak paparan pada pekerja.
Ada tiga cara atau
metode yang digunakan dalam pengukuran akibat kebisingan dilingkungan kerja:
1.
Pengukuran dengan titik sampling
Pengukuran ini
dilakukan bila kebisingan diduga melebihi batas hanya pada satu atau beberapa
lokasi saja. Pengukuran ini juga dapat dilakukan untuk dapat mengevaluasi
kebisingan yang disebabkan oleh suatu peralatan sederhana misalnya kompresor/generator.
Jarak pengukuran dari sumber harus dicantumkan missalnya 3 meter dari
jetinggian 1 meter. Selain itu juga harus diperhatikan arah mikrofon alat ukur
yang digunakan.
2. Pengukuran dengan peta kontur
Pengukuran dengan
membuat peta kontur sangat bermanfaat dala mengukur kebisingan, karena peta
tersebut dapat menetukan gambar tentang kondisi kebisingan dalam cakupan area.
Pengukuran ini dilakukan dengan membuat gambar isoplet pada kertas berskala
yang sesuai dengan pengukurannya yang dibuat. Biasanya dibuat kode pewarnaan
untuk menggambar keadaan kebisingan dengan intensitas dibawah 85 dBA warna
orange untuk tingkat kebisingan diatas 90dBA, warna kuning untuk kebisingan
dengan intensitas antara 85-90 dBA.
3.
Pengukuran dengan gird
Untuk mengukur dengan gird adalah dengan membuat contoh data
kebisingan pada lokasi yang diinginkan. Titik-titik sampling harus dibuat
dengan jarak interfal yang sama diseluruh lokasi. Jadi dalam pengukuran lokasi
dibagi menjadi beberapa kotak yang berukuran dan jarak yang sama, misalnya: 10
x 10 M. kotak tersebut ditandai dengan batis dan kolom untuk memudahkan
identitas.
Ada beberapa macam peralatan pengukuran kebisingan, antara
lain sound survey meter, sound
level meter, octave band analyzer, narrow band analyzer, dan lain-lain. Untuk permasalahan bising kebanyakan sound
level meter dan octave band
analyzer sudah cukup banyak memberikan
informasi.
a.
Sound Level Meter (SLM)
SLM (gambar 2.5) adalah instrumen dasar yang digunakan dalam
pengukuran kebisingan. SLM terdiri atas mikropon dan sebuah sirkuit elektronik
termasuk attenuator,3 jaringan perespon frekuensi, skala indikator dan amplifier. Tiga jaringan tersebut distandarisasi sesuai standar
SLM. Tujuannya adalah untuk memberikan pendekatan yang terbaik dalam pengukuran
tingkat kebisingan total. Respon manusia terhadap suara bermacam-macam sesuai
dengan frekuensi dan intensitasnya. Telinga kurang sensitif terhadap frekuensi
lemah maupun tinggi pada intensitas yang rendah. Pada tingkat kebisingan yang
tinggi, ada perbedaan respon manusia terhadap berbagai frekuensi. Tiga
pembobotan tersebut berfungsi untuk mengkompensasi perbedaan respon manusia.
b.
Octave Band Analyzer (OBA)
Bunyi yang diukur bersifat komplek, terdiri atas tone yang berbeda-beda, oktaf yang berbeda-beda, maka nilai
yang dihasilkan di SLM tetap berupa nilai tunggal. Hal ini tentu saja tidak
representatif. Untuk kondisi pengukuran yang rumit berdasarkan frekuensi, maka
alat yang digunakan adalah OBA. Pengukuran dapat dilakukan dalam satu oktaf
dengan satu OBA. Untuk pengukuran lebih dari satu oktaf, dapat digunakan OBA
dengan tipe lain. Oktaf standar yang ada adalah 37,5 – 75, 75-150,
300-600,600-1200, 1200-2400, 2400-4800, dan 4800-9600 Hz.
2.5
Nilai ambang batas kebisingan dan
Standar Kebisingan
Nilai
batas amabang kebisingan adalah 85 dB yang ditanggap aman untuk sebagaian besar
tenega kerja bila bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/minggu. Nilai ambang batas
untuk kebisingan ditempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan
rata-rata yang masih dapat diterima tenega kerja tanpa mengakibatkan hilangnya
daya dengar yang tetap untuk waktu teus menerus
tidak lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggunya. Berikut ini
table waktu maksimum untuk bekerja.
Table
1.2
Waktu
maksimum untuk bekerja adalah sebagai
No
|
TINGKAT KEBISINGAN (dBA)
|
PEMAPARAN HARIAN
|
1.
|
85
|
8 Jam
|
2.
|
88
|
4 Jam
|
3.
|
91
|
2 Jam
|
4.
|
94
|
1 Jam
|
5.
|
97
|
30 menit
|
6.
|
100
|
15 menit
|
Setelah pengukuran
kebisingan dilakukan, maka perlu dianalisis apakah kebisingan tersebut dapat
diterima oleh telinga. Berikut ini standar atau kriteria kebisingan yang
ditetapkan oleh berbagai pihak berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No.718/Men/Kes/Per/XI/1987,tentang kebisingan yang berhubungan dengan
kesehatan.
Tabel 1.2: Pembagian Zona Bising Oleh Menteri Kesehatan
NO
|
Zona
|
Tingkat Kebisingan (dB A)
|
|
Maksimum yang dianjurkan
|
Maksimum yang diperbolehkan
|
||
1
|
A
|
35
|
45
|
2
|
B
|
45
|
55
|
3
|
C
|
50
|
60
|
4
|
D
|
60
|
70
|
Zona
A diperuntukan bagi tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan
kesehatan dsb, Zona B diperuntukan
perumahan, tempat pendidikan, rekreasi, dan sejenisnya, Zona C
diperuntukan untuk perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar, dan sejenisnya
serta Zona D industri, pabrik, stasiun kereta api, terminal bis, dan
sejenisnya.
2.6
Pengaruh Kebisingan
Pengaruh utama dari kebisingan
kepada kesehatan adalah kerusakan kepada indera-indera pendengar. Mula-mula
efek kebisingan pada pendengaran adalah sementara dan pemulihan terjadi secara
cepat sesudah pemaparan dihentikan. Tetapi pemaparan secara terus-menerus
mengakibatkan kerusakan menetap kepada indera-indera pendengaran.
Dempak kebisingan tergantung kepada
besar tingkat kebisingan. Tingkat kebisingan adalah ukuran energy bunyi yang
dinyatakan dalam satuan desiBell (dB). Pemantauan tingkat kebisingan dapat
dilakukan dengan alat sound Level Meter.
Selain gangguan kesehatan kerusakan
terhadap indera-indera pendegar, kebisingan juga dapat menyebabkan : gangguan
kenyamanan, kecemasan dan gangguan emosional, stress, denyut jantung bertambah
dan gangguan-gangguan lainnya. Secara umum pengaruh kebisingan terhadapa
masyarakat dapat dibagi menjadi 2, yaitu: Gangguan fisiologi, dan Gangguan
psikologis Pengaruh bising terhadap
masyarakat dapat dibagi menjadi dua macam yaitu:
1.
Ganguan Fisiologis
Ganguan fisiologis yang diakibatkan
oleh kebisingan yakni gangguan yang langsung terjadi pada faal manusia.
Gangguan ini diantaranya:
Ø Perederan darah terganggu oleh
kerena permukaan darah yang dekat dengan permukaan kulit menyempit akibat
bising > 70 dB.
Ø Otot-otot menjadi tegang akibat
bising > 60 dB
Ø Gangguan tidur
Ø Gangguan pendengaran, oleh karena
bunyi yang terlalu keras dapat merusak gendang telinga.
Penerunan daya dengar dapat dibagi menjadi 3
kategori meliputi:
a.
Trauma Akustik
Trauma akustik adalah efek dari
pemaparan yang singkat terhadap suara yang keras seperti sebuah letusan. Dalam
kasus ini energi yang masuk ke telinga dapat mencapai struktur telinga dalam
dan bila melampaui batas fisiologis dapat menyebabkan rusaknya membran thympani,
putusnya rantai tulang pendengaran atau rusak organ spirale (Goembira, Fadjar,
Vera S Bachtiar, 2003). Trauma akustik adalah setiap perlukaan yamg merusak
sebagian atau seluruh alat pendengaran yang disebabkan oleh pengaruh pajanan
tunggal atau beberapa pajanan dari bising dengan intensitas yang sangat tinggi,
ledakan-ledakan atau suara yang sangat keras, seperti suara ledakan meriam yang
dapat memecahkan gendang telinga, merusakkan tulang pendengaran atau saraf
sensoris pendengaran (Prabu,Putra, 2009).
b.
Temporary Threshold Shift
(TTS)/Tuli Sementara
Tuli sementara merupakan efek jangka
pendek dari pemaparan bising berupa kenaikan ambang pendengaran sementara yang
kemudian setelah berakhirnya pemaparan bising, akan kembali pada kondisi
semula. TTS adalah kelelahan fungsi pada reseptor pendengaran yang disebabkan
oleh energi suara dengan tetap dan tidak melampui batas tertentu. Maka apabila
akhir pemaparan dapat terjadi pemulihan yang sempurna. Akan tetapi jika
kelelahan melampaui batas tertentu dan pemaparan terus berlangsung setiap hari,
maka TTS secara berlahan-lahan akan berubah menjadi PTS (Goembira, Fadjar, Vera
S Bachtiar, 2003). TTS diakibatkan pemaparan terhadap bising dengan intensitas
tinggi. Seseorang akan mengalami penurunan daya dengar yang sifatnya sementara
dan biasanya waktu pemaparan terlalu singkat. Apabila tenaga kerja diberikan
waktu istirahat secara cukup, daya dengarnya akan pulih kembali (Prabu,Putra,
2009).
c.
Permanent Threshold Shift
(PTS)/Tuli Permanen
Tuli permanen adalah kenaikan ambang
pendengaran yang bersifat irreversible sehingga tidak mungkin tejadi
pemulihan. Gangguan dapat terjadi pada syaraf-syaraf pendengaran, alat-alat
korti atau dalam otak sendiri. Ini dapat diakibatkan oleh efek kumulatif
paparan terhadap bising yang berulang.
Ø Gangguan
pencernaan
Ø Gangguan
system saraf
2.
Gangguan Psikologis
Gangguan yang secara tidak langsung
terhadap manusia dan sukar untuk diukur. Gangguan psikologis dapat berupa rasa
tidak nyaman, kurang konsentrasi, dan cepat marah.. Bila kebisingan diterima
dalam waktu lama dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis,
jantung, stres, kelelahan dan lain-lain.
Bising juga dapat berpengaruh
terhadap produktifitas kerja bagi masyarakat pekerja. Pengaruh bising terhadap
produktivitas kerja yaitu:
1.
kuantitas hasil kerja sama, kualitas berbeda bila dalam
keadaan bising
2.
kerja yang banyak menggunakan pemikiran lebih banyak
terganggu dibanding dengan kerja manual.
Selain sisi negative berupa gangguan
fisiologis dan psikologis bising juga memberikan sisi negataif salah satunya
adalah menambah produktifitas music.
2.6
Baku Mutu Tingkat Kebisingan
Untuk menjamin bahwa tingkat
kebisingan tidak berpotensi mengakibatkan gangguan kesehatan manusia dan
kenyamanan lingkungan maka dibuat suatu standar acuan yang di sebut baku
tingkat kebisingan. Dimana baku tigkat kebisingan adalah batas maksimal.
Tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolekan
dibuang kelingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan
gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan.
Baku tingkat kebisingan nilainya
disesuaikan dengan peruntukannya ataupun dengan lingkungan kegiatan. Baku
tingkat kebisingan untuk perumahan tidak sama dengan erkantoran, sedangkan baku
tingkat kebisingan untuk lingkungan kegiatan rumah sakit juga tidak sama dengan
kegiatan lingkungan sekolah.
2.7
Pengendalian Kebisingan
Mengingat dampak negative dari
pemaparan kebisingan bagi masyarakat, sebisa mungkin diusahakan agar tingkat
kebisingan yang memapari masyarakat lebih rendah dari baku tingkat kebisingan.
Hal ini dapat dilakukan dengan pengendalian kebisisngan pada sumbernya,
penempatan penghalang (barrier) pada jalan transmisi ataupun proteksi pada
masyarakat yang terpapar.
Pengendalian kebisingan pada sumbernya
dapat melalui pemberlakuan peraturan yang melarang sumber bising (misalnya
mesin pabrik) yang mengelurkan bunyi dengan tingkat kebisingan yang tinggi.
Penempatan penghalang (barrier) pada jalan transmisi masih dapat dilakukan
dengan membuat penghalang (barrier) pada jalan transmisi diantara sumber bising
dengan masyarakat yang terpapar. Sebagai contoh, penanaman pohon bamboo
disekitar kawasan industry dapat mereduksi bising yang diterima masyarakat
ataupun proteksi kebisingan ada masyarakat yang terpapar dapat dilakukan
pengguanaan sumbat telinga pada masyarakat yang berada dekat kawasan industry
yang menghasilkan kebisingan
Pembahasan
Kasus:
KEBISINGAN
DAN TEKANAN PANAS DENGAN
PERASAAN
KELELAHAN KERJA PADA TENAGA KERJA
BAGIAN DRILLING PERTAMINA EP JAMBI
Dari
referensi jurnal.
Penyelesaian
Permasalahan kasus KEBISINGAN DAN TEKANAN PANAS DENGAN
PERASAAN KELELAHAN KERJA PADA TENAGA KERJA BAGIAN DRILLING PERTAMINA EP JAMBI
yaitu dengan:
• Penyediaan APD bagi tenaga kerja
seperti ear muff, ear plug dan pakaian khusus yang berwarna cerah menyerap
keringat.
• Mengatur kembali sistem jam kerja
waktu kerja dan istirahat
• Melakukan pemeriksaan kesehatan
secara rutin seminggu sekali
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil diskusi kami tentang “Kebisingan” maka dapat kami simpulkan bahwa
kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan ataupun bunyi yang tidak sesuai
dengan tempat dan waktu yang bersumber dari segala aktivitas/kegiatan
manusiayangdapat berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena
Masyarakat yang terpapar oleh kebisingan dapat menimbulkan gangguan kesehatan
salah satunya adalah gangguan pendengaran serta kenyamanan lingkungan, karena
itu diperlukan upaya-upaya untuk mengendalikan kebisingan yang ada dilingkungan
tersebut.
3.2 Saran
Adapun yang menjadi saran kami adalah dengan adanya
pengetahuan masyarakat terhadap kebisingan terutama dampak kebisingan terhadap
kesehatan dan lingkungan diharapkan masyarakat perlu mengendalikan aktivitasnya
untuk mengendalikan kebisingan terhadap kualitas lingkungan hidupnya karena
penurunan kualitas lingkungan dapat berakibat negative terhadap kualitas hidup
masyarakat.
·
Darsono, Valentinus, 1995, Pengantar Ilmu Lingkungan. Yogyakarta:
Penerbitan Universitas Atma Jaya.
·
Joko, S (Penerjemah), 1995, Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja.
WHO.
·
Kadir, sunarto, 2010, Dasar-dasar Kesehatan Lingkungan. Gorontalo: Universitas negeri
Gorontalo.
·
Machfoeds, ircham, 2003, Pengelolaan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja. Yogyakarta: fitramaya
·
Mulia, ricki, 2005, Kesehatan Lingkungan.Yogyakarta: Grahara Ilmu.
merit casino no deposit bonus【WG】no deposit bonus
BalasHapusmerit casino 메리트 카지노 쿠폰 no deposit bonus【WG98.vip】⚡, free spins no deposit bonus, 【 WG98.vip】⚡, bonus codes, casino bonus code, 【 WG98.vip】⚡, free 메리트카지노 spins no deposit bonus, 1xbet korean casino